Tuesday 19 August 2014
politik.rmol.co - Yunus Yosfiah: Ngapain Panglima TNI, Kapolri dan Kapolda Kumpul di Rumah Mega?
politik.rmol.co - Yunus Yosfiah: Ngapain Panglima TNI, Kapolri dan Kapolda Kumpul di Rumah Mega?#lawankecurangan #rakyatbergerak #pilpresBELUMBERES , #Indonesiaelectiontoday , #PrabowoHatta , #satuINDONESIA , #INDONESIABANGKIT , #dukungboikotMETROtv , #syuradikaraende95fraternity , Website Resmi Kampanye #DukungPrabowoHatta untuk #SelamatkanIndonesia : www.SelamatkanIndonesia.com
Status Indonesia: TERBONGKARNYA POLRI BERSEKONGKOL DENGAN MEGAWATI &...
Status Indonesia: TERBONGKARNYA POLRI BERSEKONGKOL DENGAN MEGAWATI &...: Yosfiah: Kapolri Jenderal Sutarman Temui Megawati Letnan Jenderal TNI (Purn) Muhammad Yunus Yosfiah mengatakan, beberapa jam setelah p...
Saturday 16 August 2014
Wednesday 13 August 2014
SKETSA PRING- BAMBU PETUK
Aduh Malu Sekali... PKB Diusir, Diminta Keluar Dari Koalisi Jokowi
Koordinator Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) Boni Hargens
menyatakan, agar Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengikuti peraturan
adanya larangan rangkap jabatan seorang menteri dengan jabatan pengurus
Partai Politik.
"Jika PKB tidak mematuhi aturan tersebut sebaiknya mereka mundur dari
koalisi. Sebab, dari awal koalisi pemerintahan Jokowi-JK (Jusuf Kalla)
adalah koalisi tanpa syarat," jelas Boni saat ditemui wartawan di
Jakarta, Selasa (12/8).
Pengamat Politik dari Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini juga
menyebutkan, dengan keluarnya PKB dari koalisi tidak akan menganggu
jalan pemerintahan Jokowi-JK. Karena, masih ada relawan-relawan yang
merupakan kekuatan real (sesungguhnya) dari Jokowi.
"Sebab, meski (PKB) ada di parlemen namun tetap saja harus dapat dukungan rakyat," jelasnya.
Boni juga menyebutkan, adanya aturan larangan menteri tidak boleh
rangkap jabatan di kepengurusan parpol demi kelancaran efektifitas kerja
seseorang. "Jadi harus ditaati kalau enggak, ya keluar dari koalisi,"
jelasnya.
Sebelumnya, Wasekjen PKB Jazilul Fawaid menunjukan sikap ketidak
sepakatan atas keinginan sejumlah pihak agar menteri melepas jabatannya
di partai politik.
Pasalnya, hal itu sangat disayangkan karena selama tak ada aturan yang melarang menteri rangkap jabatan di parpol.
"Kami memperjuangkan kader kami yang mampu memimpin, rakyat pun hanya
ingin menteri yang menyelesaikan masalah dan kesejahteraan," ujar Jazil.
Jazil menegaskan, jabatan selevel menteri itu seperti leader, manajer,
direktur sekaligus pelaksana sebuah organisasi. Semua watak tersebut
berkumpul dalam sebuah pribadi pimpinan parpol dan kader parpol yang
sudah terlatih dalam lingkungan birokrasi internal.
Kekhawatiran bahwa kader partai yang menjabat menteri tidak akan fokus
mengurus rakyat juga ditepis oleh Jazil. Dengan jam terbang mengelola
organisasi yang tinggi, sosok menteri dari kalangan parpol sudah
terlatih membagi waktu secara profesional.
Sebelumnya, Wasekjen PKB Jazilul Fawaid menunjukan sikap ketidak
sepakatan atas keinginan sejumlah pihak agar menteri melepas jabatannya
di partai politik.
Pasalnya, hal itu sangat disayangkan karena selama tak ada aturan yang melarang menteri rangkap jabatan di parpol.
"Kami memperjuangkan kader kami yang mampu memimpin, rakyat pun hanya
ingin menteri yang menyelesaikan masalah dan kesejahteraan," ujar Jazil.
Jazil menegaskan, jabatan selevel menteri itu seperti leader, manajer,
direktur sekaligus pelaksana sebuah organisasi. Semua watak tersebut
berkumpul dalam sebuah pribadi pimpinan parpol dan kader parpol yang
sudah terlatih dalam lingkungan birokrasi internal.
Kekhawatiran bahwa kader partai yang menjabat menteri tidak akan fokus
mengurus rakyat juga ditepis oleh Jazil. Dengan jam terbang mengelola
organisasi yang tinggi, sosok menteri dari kalangan parpol sudah
terlatih membagi waktu secara profesional.
Tuesday 12 August 2014
Saksi Prabowo-Hatta Novela dari Papua Bikin "Kacau" Hakim MK
JAKARTA, Indonesia (AP) — Indonesian presidential candidate Prabowo
Subianto alleged Friday there had "been quite massive incidences" of
fraud in general elections, which he said might prevent him from winning
the most divisive polls in the fragile democracy's history.
The Suharto-era general has been claiming to be ahead in the vote count, whose official results will be announced next week.
But
in an interview with The Associated Press, Subianto for the first time
suggested he might lose to his challenger, former Jakarta governor Joko
Widodo, due to voting fraud.
"Half of the Indonesian people support me," he said. "In my conviction, is it more than half, if there is no cheating."
Several
reputable organizations have carried out "quick count" of a sample of
the votes that show Widodo with a small but decisive lead. The quick
counts have accurately forecast past regional and national elections in
Indonesia, and independent analysts say there is no reason to think
otherwise this time.
Subianto's insistence that he was on course
for victory, and his allegations of fraud, have led to speculation in
some quarters that the superrich candidate might be trying to himself
fix the results or will refuse to concede. That would put pressure on
the country's democratic institutions and could possibly lead to
violence.
The 63-year-old said he may well challenge the result in
the Constitutional Court because of the alleged vote fraud. The court,
whose past chief justice is serving a life sentence for accepting a
bribe to rule in favor of a plaintiff in a regional election dispute,
has two weeks to rule.
"We will see, if there is indication and
evidence of massive fraud and massive and systematic cheating, then we
will not accept the result," he said.
He gave no details behind his allegations.
Subianto's
bid was backed by a coalition of the country's' largest political
parties, though he acknowledged the parties might switch to Widodo.
Political parties in Indonesia are vehicles to get power and the spoils
that come with it, meaning that they often jump to the winning side in
an election.
"Whatever will be, will be," he said. "Coalitions are created, coalitions are ended. Even in a marriage, you can get divorced."
Widodo,
known by his nickname Jokowi, declared victory hours after the July 9
polls based on the quick counts, but has put off any celebration or
transition planning until the official count in the sprawling country of
260 million people is announced on July 22.
Widodo is a former
furniture exporter with a vastly different pedigree to past Indonesian
leaders, who have mostly been drawn from the country's business and
military elite. He rose from political obscurity because of his
reputation for good governance and concern for the poor. His supporters
also include members of the elite, but he is nevertheless promising a
new kind of leadership in the world's most populous Muslim nation.
#lawankecurangan #rakyatbergerak #pilpresBELUMBERES ,
#PrabowoHatta , #satuINDONESIA , #INDONESIABANGKIT ,
#dukungboikotMETROtv , #syuradikaraende95fraternity , Website Resmi
Kampanye #DukungPrabowoHatta untuk #SelamatkanIndonesia
Subianto alleged Friday there had "been quite massive incidences" of
fraud in general elections, which he said might prevent him from winning
the most divisive polls in the fragile democracy's history.
The Suharto-era general has been claiming to be ahead in the vote count, whose official results will be announced next week.
But
in an interview with The Associated Press, Subianto for the first time
suggested he might lose to his challenger, former Jakarta governor Joko
Widodo, due to voting fraud.
"Half of the Indonesian people support me," he said. "In my conviction, is it more than half, if there is no cheating."
Several
reputable organizations have carried out "quick count" of a sample of
the votes that show Widodo with a small but decisive lead. The quick
counts have accurately forecast past regional and national elections in
Indonesia, and independent analysts say there is no reason to think
otherwise this time.
Subianto's insistence that he was on course
for victory, and his allegations of fraud, have led to speculation in
some quarters that the superrich candidate might be trying to himself
fix the results or will refuse to concede. That would put pressure on
the country's democratic institutions and could possibly lead to
violence.
The 63-year-old said he may well challenge the result in
the Constitutional Court because of the alleged vote fraud. The court,
whose past chief justice is serving a life sentence for accepting a
bribe to rule in favor of a plaintiff in a regional election dispute,
has two weeks to rule.
"We will see, if there is indication and
evidence of massive fraud and massive and systematic cheating, then we
will not accept the result," he said.
He gave no details behind his allegations.
Subianto's
bid was backed by a coalition of the country's' largest political
parties, though he acknowledged the parties might switch to Widodo.
Political parties in Indonesia are vehicles to get power and the spoils
that come with it, meaning that they often jump to the winning side in
an election.
"Whatever will be, will be," he said. "Coalitions are created, coalitions are ended. Even in a marriage, you can get divorced."
Widodo,
known by his nickname Jokowi, declared victory hours after the July 9
polls based on the quick counts, but has put off any celebration or
transition planning until the official count in the sprawling country of
260 million people is announced on July 22.
Widodo is a former
furniture exporter with a vastly different pedigree to past Indonesian
leaders, who have mostly been drawn from the country's business and
military elite. He rose from political obscurity because of his
reputation for good governance and concern for the poor. His supporters
also include members of the elite, but he is nevertheless promising a
new kind of leadership in the world's most populous Muslim nation.
#lawankecurangan #rakyatbergerak #pilpresBELUMBERES ,
#PrabowoHatta , #satuINDONESIA , #INDONESIABANGKIT ,
#dukungboikotMETROtv , #syuradikaraende95fraternity , Website Resmi
Kampanye #DukungPrabowoHatta untuk #SelamatkanIndonesia
Wednesday 6 August 2014
multi supranatural of java: KAYU TELOGOSARI, TLOGOSARI, KESUKAAN NYI RORO KIDU...
multi supranatural of java: KAYU TELOGOSARI, TLOGOSARI, KESUKAAN NYI RORO KIDU...: KAYU TELOGOSARI, TELOGO SARI, TLOGOSARI , KAYU TELOGO SAR I sering dipergunakan sebagai media dalam acara...Barang siapa yang berhasil membangun harmonisasi dan sinergi atau
keselarasan energi antara “jagad kecil” yang ada di dalam diri pribadi
(inner world) dengan “jagad raya” disebut sebagai orang yang sudah
memperoleh wahyu dyatmika. Dyatmika berarti batin, atau hati, wahyu
dyatmika artinya wahyu Tuhan yang diterima seseorang untuk memiliki daya
linuwih meliputi daya cipta, daya rasa, dan daya karsa yang disebut
sebagai prana.
keselarasan energi antara “jagad kecil” yang ada di dalam diri pribadi
(inner world) dengan “jagad raya” disebut sebagai orang yang sudah
memperoleh wahyu dyatmika. Dyatmika berarti batin, atau hati, wahyu
dyatmika artinya wahyu Tuhan yang diterima seseorang untuk memiliki daya
linuwih meliputi daya cipta, daya rasa, dan daya karsa yang disebut
sebagai prana.
Tuesday 5 August 2014
Pemuda Panca Marga Dukung Prabowo-Hatta, Foto 3 - Tribun Images
Pemuda Panca Marga Dukung Prabowo-Hatta, Foto 3 - Tribun Images
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada sidang perdana
perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang akan digelar Mahkamah
Konstitusi (MK) Rabu (6/8/2014) besok, ribuan kader Partai Gerindra siap mengepung gedung MK yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat itu.
Rencananya, kader Gerindra yang berasal dari Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta akan mengawal sidang perdana.
"Besok kami akan mengepung gedung MK. Setidaknya 30 ribu kader
Gerindra akan kumpul di MK yang berasal dari Jakarta, Banten dan Jawa
Barat," kata Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, M Taufik di Jalan
Sisingamangaraja, Jakarta Selatan, Selasa (5/8/2014).
Sementara Ketua DPD Gerindra Jawa Barat Ferry J Juliantono,
mengatakan, para kader, simpatisan dan pendukung Gerindra akan mulai
memenuhi gedung MK pada pukul 8 pagi.
Menurutnya, para kader, simpatisan daan pendukung Partai Gerindra turut memberikan dukungan moril kepada tim hukum Prabowo-Hatta.
"Kami juga akan berikan dukungan moril untuk tim hukum Prabowo-Hatta.
Dan kami juga akan berikan dukungan kepada hakim MK agar menjalankan
sidang sebaik-baiknya dan dijalankan dengan penuh tanggung jawab,"
ujarnya.
Ferry mengatakan, pihaknya menolak pemilihan umum presiden yang
dipenuhi kecurangan. Menurutnya, Pilpres 2014 melenceng jauh dari
hakikat demokraasi bahkan cenderung menjadi ajang penyelenggaraan
demokrasi palsu.
"Berbagai masalah ditemukan sejak tahapan kampanye seperti money
politics, baik langsung berupa uang maupun dalam bentuk lain kepada
pemilih, suap terhadap penyelenggara pemilu, rekapitulasi dari TPS
sampai tingkat pusat," ujarnya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada sidang perdana
perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang akan digelar Mahkamah
Konstitusi (MK) Rabu (6/8/2014) besok, ribuan kader Partai Gerindra siap mengepung gedung MK yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat itu.
Rencananya, kader Gerindra yang berasal dari Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta akan mengawal sidang perdana.
"Besok kami akan mengepung gedung MK. Setidaknya 30 ribu kader
Gerindra akan kumpul di MK yang berasal dari Jakarta, Banten dan Jawa
Barat," kata Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, M Taufik di Jalan
Sisingamangaraja, Jakarta Selatan, Selasa (5/8/2014).
Sementara Ketua DPD Gerindra Jawa Barat Ferry J Juliantono,
mengatakan, para kader, simpatisan dan pendukung Gerindra akan mulai
memenuhi gedung MK pada pukul 8 pagi.
Menurutnya, para kader, simpatisan daan pendukung Partai Gerindra turut memberikan dukungan moril kepada tim hukum Prabowo-Hatta.
"Kami juga akan berikan dukungan moril untuk tim hukum Prabowo-Hatta.
Dan kami juga akan berikan dukungan kepada hakim MK agar menjalankan
sidang sebaik-baiknya dan dijalankan dengan penuh tanggung jawab,"
ujarnya.
Ferry mengatakan, pihaknya menolak pemilihan umum presiden yang
dipenuhi kecurangan. Menurutnya, Pilpres 2014 melenceng jauh dari
hakikat demokraasi bahkan cenderung menjadi ajang penyelenggaraan
demokrasi palsu.
"Berbagai masalah ditemukan sejak tahapan kampanye seperti money
politics, baik langsung berupa uang maupun dalam bentuk lain kepada
pemilih, suap terhadap penyelenggara pemilu, rekapitulasi dari TPS
sampai tingkat pusat," ujarnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)